Mengapa Sriwijaya Disebut Kedatuan Bukan Kerajaan

mengapa sriwijaya disebut kedatuan bukan kerajaan – Sriwijaya adalah salah satu kerajaan kuno yang pernah berdiri dan berkembang di wilayah Indonesia. Namun, berbeda dengan kerajaan-kerajaan lainnya seperti Majapahit, Mataram, dan lain-lain, Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan. Mengapa hal ini terjadi dan apa yang membuat Sriwijaya disebut sebagai kedatuan?

Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7 Masehi dan berkembang menjadi salah satu kekuatan maritim di Asia Tenggara pada abad ke-8 hingga ke-12. Wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya juga memiliki hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti India, China, dan Arab.

Namun, meskipun memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan pengaruh yang besar, Sriwijaya tidak pernah disebut sebagai kerajaan oleh para sejarawan. Sebaliknya, Sriwijaya sering disebut sebagai kedatuan atau kerajaan maritim. Ada beberapa faktor yang membuat Sriwijaya disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan.

Pertama, Sriwijaya tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas seperti kerajaan-kerajaan pada umumnya. Meskipun ada raja yang memerintah, kekuasaan raja tidaklah absolut dan cenderung terbatas oleh sistem feudal yang ada. Selain itu, Sriwijaya juga memiliki sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, di mana wilayah kekuasaan dikelola oleh para panglima dan kepala suku setempat. Hal ini membuat Sriwijaya tidak memiliki struktur pemerintahan yang kuat dan terpusat seperti kerajaan-kerajaan lainnya.

Kedua, Sriwijaya lebih fokus pada kegiatan perdagangan daripada pemerintahan. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya memiliki kekuatan laut yang besar dan memanfaatkannya untuk mengembangkan perdagangan di Asia Tenggara. Sriwijaya menjadi pusat perdagangan yang penting, terutama dalam perdagangan rempah-rempah dan bahan-bahan mentah lainnya. Hal ini membuat Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan, karena fokus utama Sriwijaya adalah perdagangan bukan pemerintahan.

Ketiga, Sriwijaya memiliki kebijakan yang inklusif terhadap berbagai suku dan agama. Meskipun mayoritas penduduknya adalah suku Melayu, Sriwijaya juga menampung suku-suku lain seperti Jawa, Minangkabau, dan lain-lain. Selain itu, Sriwijaya juga memperbolehkan agama-agama lain seperti Hindu, Buddha, dan agama-agama tradisional. Hal ini membuat Sriwijaya menjadi wilayah yang heterogen dan tidak memiliki identitas yang jelas, sehingga lebih cocok disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan.

Meskipun Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan, hal ini tidak mengurangi pentingnya peran Sriwijaya dalam sejarah Indonesia. Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang penting dalam perdagangan di Asia Tenggara, dan memainkan peran penting dalam penyebaran agama Buddha di Indonesia. Sriwijaya juga menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan pada masanya, terutama dalam bidang arsitektur, seni, dan astronomi.

Dalam kesimpulannya, Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan karena tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas, fokus pada perdagangan daripada pemerintahan, dan inklusif terhadap berbagai suku dan agama. Meskipun demikian, Sriwijaya tetap menjadi salah satu kerajaan kuno yang penting dalam sejarah Indonesia, dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan bangsa dan negara Indonesia.

Penjelasan: mengapa sriwijaya disebut kedatuan bukan kerajaan

1. Sriwijaya tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas seperti kerajaan-kerajaan pada umumnya.

Sriwijaya tidak disebut sebagai kerajaan karena tidak memiliki struktur pemerintahan yang khas seperti kerajaan-kerajaan lainnya. Meskipun ada raja yang memerintah, kekuasaan raja tidaklah absolut dan cenderung terbatas oleh sistem feudal yang ada. Selain itu, Sriwijaya juga memiliki sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, di mana wilayah kekuasaan dikelola oleh para panglima dan kepala suku setempat. Hal ini membuat Sriwijaya tidak memiliki struktur pemerintahan yang kuat dan terpusat seperti kerajaan-kerajaan lainnya. Oleh karena itu, Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan. Meskipun demikian, Sriwijaya tetap menjadi salah satu kerajaan kuno yang penting dalam sejarah Indonesia, dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan bangsa dan negara Indonesia.

2. Sriwijaya lebih fokus pada kegiatan perdagangan daripada pemerintahan.

Poin kedua yang menyebabkan Sriwijaya disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan adalah fokus utama Sriwijaya pada kegiatan perdagangan daripada pemerintahan. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya memiliki kekuatan laut yang besar dan memanfaatkannya untuk mengembangkan perdagangan di Asia Tenggara. Sriwijaya menjadi pusat perdagangan yang penting, terutama dalam perdagangan rempah-rempah dan bahan-bahan mentah lainnya. Fokus pada perdagangan membuat Sriwijaya lebih diakui sebagai kedatuan daripada kerajaan, karena pemerintahan bukanlah prioritas utama mereka. Kekuatan Sriwijaya terletak pada kemampuan mereka dalam perdagangan, dan bukan pada kekuatan militer atau kekuasaan politik. Meskipun demikian, perdagangan yang berkembang pesat membawa keuntungan bagi wilayah kekuasaan Sriwijaya dan memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara pada masanya. Oleh karena itu, fokus pada perdagangan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Sriwijaya disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan.

3. Sriwijaya memiliki kebijakan yang inklusif terhadap berbagai suku dan agama.

Poin ketiga yang membuat Sriwijaya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan adalah kebijakan inklusif yang dimilikinya terhadap berbagai suku dan agama. Meskipun mayoritas penduduknya adalah suku Melayu, Sriwijaya juga menampung suku-suku lain seperti Jawa, Minangkabau, dan lain-lain. Selain itu, Sriwijaya juga memperbolehkan agama-agama lain seperti Hindu, Buddha, dan agama-agama tradisional.

Hal ini membuat Sriwijaya menjadi wilayah yang heterogen dan tidak memiliki identitas yang jelas. Kebijakan inklusif ini terlihat dalam banyak aspek kehidupan masyarakat Sriwijaya. Salah satu contohnya adalah dalam hal arsitektur. Rumah-rumah di kota Sriwijaya memiliki berbagai gaya arsitektur yang berbeda, seperti gaya Melayu, Jawa, dan India.

Selain itu, Sriwijaya juga memperbolehkan agama-agama lain untuk berkembang di wilayahnya. Hal ini terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarah Sriwijaya yang memperlihatkan adanya candi-candi Hindu dan Buddha yang dibangun di wilayah kekuasaannya. Peninggalan-peninggalan ini juga menunjukkan bahwa Sriwijaya mempunyai hubungan yang erat dengan negara-negara lain di Asia Tenggara yang memiliki agama Hindu dan Buddha.

Kebijakan inklusif Sriwijaya juga tercermin dalam hal perdagangan. Sriwijaya menjadi pusat perdagangan yang penting, terutama dalam perdagangan rempah-rempah dan bahan-bahan mentah lainnya. Selama masa kejayaannya, Sriwijaya menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat. Sriwijaya menjalin hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti India, China, dan Arab. Hubungan dagang ini menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di wilayah kekuasaannya.

Kesimpulannya, kebijakan inklusif Sriwijaya terhadap berbagai suku dan agama membuatnya lebih sering disebut sebagai kedatuan daripada kerajaan. Sriwijaya menjadi wilayah yang heterogen dan tidak memiliki identitas yang jelas. Kebijakan inklusif ini tercermin dalam banyak aspek kehidupan masyarakat Sriwijaya, seperti dalam arsitektur, agama, dan perdagangan. Meskipun demikian, Sriwijaya tetap menjadi salah satu kerajaan kuno yang penting dalam sejarah Indonesia, dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan bangsa dan negara Indonesia.